Saya termasuk orang baru kalo berbicara mengenai film horror. Saya sering menekankan pada diri saya sendiri bahwa sebenarnya saya itu takut kalo diajak menonton film horror. Alasan saya mengiyakan ajakan itu sebenarnya terdorong dari rasa penasaran. Ya betul, penasaran saya yang teramat besar seringkali mengalahkan rasa ketakutan saya. Sepanjang tahun 2013 ini bisa dihitung film-film horror yang saya tonton, sebut itu Sinister (2012), Evil Dead (2013), dan The Conjuring (2013). Jadi Insidious: Chapter 2 bisa menambah list film horror yang saya tonton tahun 2013. Bagi saya, Insidious merupakan film horror dengan konsep unik dan ditutup dengan ending epic yang masih menyisakan tanda tanya besar, sudah cukup untuk tidak dilanjutkan sekuelnya. Insidious: Chapter 2 adalah salah satu dari sekian film Hollywood yang dibuat sekuelnya demi mengulangi kesuksesan film pertamanya, atau bahasa kasarnya untuk mengeruk keuntungan semata. Kali ini selain duduk di kursi sutradara, James Wan juga turut andil dalam penulisan naskah bersama squad film pertamanya, Leigh Whannell yang berhasil membuat cerita menarik di Insidious.
Insidious: Chapter 2 termasuk film sekuel yang mewajibkan untuk menonton film pertamanya dulu. Saya sangsi, penonton bisa mengikuti ceritanya jika tidak menyaksikan Insidious (2010). Jadi setelah kejadian di film pertamanya, Josh (Patrick Wilson) yang berhasil membawa pulang anaknya, Dalton (Ty Simpkins) dari dunia arwah belom bisa hidup tenang. Meskipun sudah pindah dari rumah lamanya dan tinggal sementara di rumah Lorrraine (Barbara Hershey), keluarga Josh masih sering mengalami gangguan-gangguan. Sebagai contoh istri Josh, Renai (Rose Byrne) yang sering mendengarkan piano berdentang sendiri, Loraine melihat penampakan wanita bergaun putih. Josh yang ingin melupakan kejadian-kejadian itu meyakinkan keluarganya bahwa semua baik-baik saja hingga akhirnya tanpa sepengetahuan Josh, Lorraine bilang kepada Specs (Leigh Whannell), Tucker (Angus Sampson), dan Carl (Steve Coulter) bahwa masih ada 'sesuatu' yang mengganggu keluarganya.
Menurut teori saya sendiri (seseorang yang baru mengenai film horror), ada tiga jenis film horror berdasarkan cara menakuti penonton. Film horror mengagetkan, film horror gore, dan film horror yang benar-benar horror. Maksud yang ketiga adalah ketakutan yang ditimbulkan itu tanpa harus pembuat penonton melompat dari kursi ataupun dipaksa melihat adegan potong-potongan organ tubuh, jadi horrornya itu murni karena cerita dan suasana yang dibangun. Insidious: Chapter 2 termasuk yang pertama. Seringkali adegan mengagetkan terjadi disini dan seringkali juga caci makian keluar dari mulut saya. Perlu diakui, kadar kagetnya menonton Insidious: Chapter 2 ini bisa diukur, dari kaget biasa, sampai kaget yang kampret, lengkap deh pokoknya. Saya sampe ngos-ngosan karena sering kagetnya ditambah scoring memekakkan telinga yang sangat mendukung. Kemudian apa yang paling ditunggu-tunggu dari film horror adalah penampakannya. Well, bagi saya bentuk segala macam penampakan yang disajikan film-film Hollywood tak semenakutkan film-film Asia. Intinya, ketakutan yang dibuat oleh Insidious: Chapter 2 tidak sampai membuat kamu mengalami mimpi buruk malam harinya.
Secara keseluruhan, Insidious: Chapter 2 merupakan jawaban dari film pertama. Ada semacam benang merah yang menghubungkan keduanya. Leigh Whannel sanggup mengutak-atik jalan cerita sehingga penonton dapat mengangguk-angguk sambil berkata, "Owalah." Saya suka dari segi ceritanya, sangat rapi dan menjelaskan apa yang menjadi tanda tanya besar di film pertamanya. Ceritanya berkembang tanpa harus terkesan dipaksakan. Satu lagi yang saya suka adalah sinematografi khas James Wan. Kalo berbicara mengenai jajaran cast, tentu saja seperti film pertamanya, Patrick Wilson dan Rose Byrne menunjukkan performa terbaiknya. Beruntung sang penulis naskah, Leigh Whannell juga turut berperan dan mendampingi Angus Sampson berhasil memancing tawa penonton ditengah tegang-tegangnya alur. In the end, Insidious: Chapter 2 adalah film drama horror yang membuat saya ingin mem-puk puk satu persatu keluarga Josh dan membrengsek-brengsekkan karakter antagonisnya. Sangat menyenangkan, sangat mengagetkan, hanya saja masih ada beberapa hal yang seharusnya bisa jadi lebih baik.
Biasanya yg kedua tidak sebagus yang pertama tp pengen buktiin dulu :)
ReplyDeletetidak semua seperti itu, but Insidious: Chapter 2 termasuk yang kamu maksud...
Delete