"Film'e bajingan!" - Hawin, Penonton
Maafkan saya karena terlalu kasar mengumpat. Kalo harus jujur, saya bukan tipe orang yang hobi meluangkan waktu demi menonton film-film dengan adegan sadis, brutal, dan penuh pemotongan tubuh. Yang membuat saya akhirnya menonton Evil Dead adalah hanya karena rasa penasaran. Ya, rasa penasaran saya begitu besar hingga mengalahkan rasa ketakutan saya. Terakhir saya nonton film dengan genre seperti ini, waktu Final Destination 5. Tertawakan saja saya kalo menurut kamu film itu biasa saja yang cukup membuat badan saya merasa gak enak. Kamu juga tak perlu terlalu lama menebak lagi kalo saya belum pernah melihat Evil Dead versi sebelumnya, sebuah mahakarya Sam Raimi. Menurut kebanyakan orang sih masuk dalam list film horor remake terbaik. Oiya saya hampir lupa bilang ketika nonton film ini dibelakang saya ada bocah berumur kira-kira 5 tahun beserta ibunda tercintanya juga tengah menikmati(?) film ini.
Apa yang terjadi dalam film ini tentu juga sering kita jumpai pada film-film horor pada umumnya. Lima orang remaja; David (Shiloh Fernandez), Eric (Lou Taylor Pucci), Mia (Jane Levy), Olivia (Jessica Lucas), dan Natalie (Elizabeth Blackmore) tengah menghabiskan liburan mereka di sebuah kabin terpencil di tengah hutan. Tujuan mereka adalah mencoba menghentikan Mia dari ketergantungan obat-obatan terlarang yang selama ini selalu gagal. Ketika mereka memasuki kabin, tentu saja mereka tidak bertemu dengan monster atau hantu buatan macam The Cabin in The Woods, namun yang terjadi mereka hanya menemukan sebuah buku mistis yang menyebabkan bangkitnya iblis mengerikan yang siap membunuh mereka.
Sebelum saya memutuskan untuk menontonnya, saya bahkan tak mau melihat trailer-nya. Pikiran saya sekalian saja nanti adegan sadis-sadisnya di dalam bioskop. Tertawakan saya sekali lagi, karena sebelum memasuki ruangan bioskop saja saya sudah deg-degan. Terlepas dari segala elemen klasik film horor; hujan, gelap, pintu yang tertutup sendiri. Evil Dead mampu memberikan kengerian lebih dari itu. Drama yang mengalir dalam film ini memang ada, dan hanya terletak beberapa menit di awal. Cukup menjadi pembuka menuju segala teror yang terjadi sepanjang film. Tak ada satupun dialog maupun adegan yang memancing tawa. Ya, mental yang kuat memang dipersiapkan sebelum menonton film ini. Bahkan saya sendiri juga tidak paham motivasi Ibu tadi mengajak anaknya nonton Evil Dead. Hey please, this is not Spongebob!
Oke, lupakan masalah Ibu dan anak tadi. Saya nyaris bingung membedakan mana yang sakit. Film Evil Dead ini apa Ibu tadi. Sedikit yang saya amati adalah beberapa bagian sepertinya kena sensor. Duh, entah harus nyesel atau beruntung karena kena sensor pun film ini masih membuat perasaan saya tidak nyaman, ngilu apalagi, kadang-kadang gigit jari, dan seringnya mengumpat ketika adegan yang mengagetkan. Tak cukup membuat beberapa penonton terlonjak dari kursi tetapi juga memukul orang disebelahnya. Film yang gila memang. Maafkan saya jika terlalu berlebihan karena saya memang jarang menonton film macam beginian tapi entah mengapa tidak membuat saya kapok untuk menonton film lain yang bergenre serupa.
Dibungkus dengan padat selama sekitar 90 menit mampu menutupi kekurangannya di sepanjang film seperti chemistry yang kurang meyakinkan antara kakak-beradik, adegan ganjil yang terasa dipaksakan yah apa boleh buat menonton film dengan genre seperti ini tak harus diperlukan otak yang terlalu serius. Saya sempat membaca di artikel bahwa sang sineas, Alvarez tidak memakai CGI seperti yang dilakukan film-film horror kebanyakan. Didukung pula dengan make-up dan tata rias yang juara. Menjadikan Evil Dead film horror klasik yang tersenyum puas di tahun ini. Adegan pemotongan tubuh sana-sini pun terasa beneran, tak ada celah yang membuat saya berpikir "Ah palsu itu!". Ya, rasakan sendiri aksinya. Rasakan sendiri melihat bagaimana bergalon-galon darah diobral habis-habisan sepanjang film, rasakan sendiri melihat bagaimana jika kamu dalam posisi seperti itu. Rasakan sendiri.
No comments:
Post a Comment