April 30, 2013

[Face2Face] Dumbledore vs Gandalf

Rasa-rasanya terkesan hambar jika blog ini hanya berfokus kepada review film saja. So, I have idea for give the blog a movie feature. Saya terinspirasi dari sebuah artikel di suatu majalah film yang membandingkan dua item dari sebuah film yang sama-sama kuat atau bisa dibilang berpengaruh kepada film tersebut. Poin untuk membandingkan dua item tersebut bisa berasal dari mana saja, tergantung saya bisa mendapatkan sumbernya. Jadi yang perlu diingat disini adalah penilaian setiap poin berasal dari saya, mungkin berkesan subjektif namun tujuan saya untuk memberikan referensi bacaan. Saya memberi nama label blog ini dengan Face2Face. Pembahasan pertama dalam label Face2Face adalah Dumbledore vs Gandalf.


Karakter penyihir memang selalu laris menjadi karakter utama sebuah film. Tak terhitung sampai sekarang banyak sekali tokoh fiksi penyihir yang selalu menghiasi perfilman Hollywood. Sebut saja beberapa diantaranya Dumbledore dan Gandalf. Bagi para penggemar film, tentu saja tak memerlukan waktu banyak untuk mengetahui keduanya. Kedua penyihir besar tersebut mempunyai banyak fans di kubunya masing-masing dan juga keduanya adalah karakter protagonis yang mempunyai peranan sangat penting di masing-masing film-nya. Dumbledore di saga Harry Potter dan Gandalf di saga The Lord of The Rings dan yang terbaru adalah The Hobbit.

April 26, 2013

[Review] Iron Man 3 (2013)


"You can take away my suits, you can take away my home, but there's one thing you can never take away from me: I'am Iron Man." - Tony Stark

Salah satu film yang bagi kebanyakan orang merupakan film-wajib-tonton-musim-panas. Ya, Iron Man adalah karakter fiksi ciptaan salah satu industri komik besar yaitu Marvel yang kemunculannya sejak 2008 lalu di layar lebar mampu mempesona semua kalangan. Tongkat estafet penyutradaraan Iron Man 3 diambil alih oleh Shane Black, sutradara Kiss Kiss Bang Bang menggantikan sutradara Jhon Favreu yang tampaknya memilih untuk mengambil bagian di kursi eksekutif produser dan melanjutkan perannya sebagai Happy Hogan. Tidak hanya itu, Shane Black selain sebagai sutradara juga ikut dalam penulisan naskah bersama Drew Pearce. Tugas berat memang bagi seorang Shane Black untuk melanjutkan warisan Jhon Favreu di film Iron Man pendahulunya yang tentu saja mampu membuat seorang Tony Stark sebagai Iron Man berjaya hingga sekarang dan tak sedikit juga bagi mereka yang bakal membanding-bandingkan   kedua khas gaya penyutradaraannya, tetapi jika kita bisa berpikiran terbuka lupakanlah hal-hal tersebut dan mari kita duduk diam sembari menikmati Iron Man 3, yang kabarnya merupakan penutup dari trilogi Iron Man.

April 20, 2013

[Review] Sinister (2012)



Siapa yang tidak tertarik melihat posternya yang bertuliskan tepat di tengah atas "From The Producer of Paranormal Activity and Insidious". Dari tulisan tersebut saja sudah menarik minat penonton untuk mencoba tontonan horror yang disebut-sebut sebagai Insidious-nya 2012. Saya termasuk orang yang jarang melihat film horror. Bukan...bukan karena saya takut cuman temen-temen saya yang takut kalo saya ajak nonton film horror. Sendirian? Oh tidak terima kasih. Insidious bagi saya tidak terlalu menyeramkan. Terdengar skeptis memang bagi seseorang amatir yang jarang melihat film horror namun hal itulah yang saya rasakan. Tentu saja kita tidak bisa langsung melewatkan begitu saja Sinister. Faktanya film ini merupakan cerita dengan pengembangan orisinil yang ditulis sendiri oleh Scott Derrickson (The Exorcism of Emily Rose, The Day the Earth Stood Still) dan C. Robert Cargill. Sangat menarik disamping belakangan ini kita disuguhi oleh film-film horror remake.

April 16, 2013

[Review] Oblivion (2013)


"If we have souls, they're made of the love we share. Undimmed by time, unbound by death." - Jack Harper

Ketika saya googling artikel mengenai Oblivion, saya menemukan fakta bahwa film ini berdasarkan novel grafis ciptaan Joseph Kosinski dan Arvid Nelson yang berjudul sama dan belum diterbitkan. Beruntung sekali yang menangani bagian sutradara adalah pembuat novelnya sendiri. Sebagai amatir, tentu kita bisa melihat bakal ada kecocokan antara keduanya. Tak hanya itu, para petinggi Universal Pictures memberikan dana untuk proyek film ini kurang lebih 120 Juta Dollar. Bahkan untuk mendapatkan landscape yang indah sang sineas juga bersusah payah untuk memboyong semua kru dan pemain ke Islandia. Tentu saja Islandia sering menjadi incaran para filmaker yang mempunyai ide film yang bersetting 'bukan di Bumi' -- sebut saja Prometheus. Satu lagi fakta yang membuat saya begitu antusias untuk tidak melewatkan ini ketika naskah final yang ditulis ulang oleh Michael Arndt disebut-sebut oleh pihak Universal Studio sebagai ".....naskah terindah yang pernah kami miliki."

April 14, 2013

[Review] Finding Srimulat (2013)


"Srimulat itu seperti Komodo. Yang pertama karena cuman ada di Indonesia. Yang kedua karena memang perlu dilestarikan. Yang ketiga jika Komodo berpotensi menjadi salah satu dari keajaiban dunia, Srimulat bisa menjadi keajaiban di Indonesia." - Adika

Jujur. Saya tidak terlalu mengharapkan apa-apa dari film ini. Saya hanya ingin melihat lagi grup lawak legendaris Indonesia yang berasal dari kota kelahiran saya, Solo. Beruntung saya lahir di keluarga yang notabene penggemar Srimulat sehingga saya bisa mendengarkan cerita-cerita yang menyenangkan dari orang tua. Saking ngefans-nya dengan Srimulat, nama belakang Ibu saya disisipi dengan kata 'Srimulat' oleh almarhumah nenek saya. Sebelumnya saya kurang begitu paham tentang kronologis perjalanan Srimulat yang berpindah-pindah dari panggung satu ke panggung lainnya, dari satu kota ke kota lainnya dengan tujuan menghibur masyarakat hingga akhirnya mencapai masa kejayaannya. Saya hanya paham bahwa saya sempat merasa kehilangan ketika grup lawak ini vakum dari panggung hiburan. Jika kamu merasa sama seperti saya tak perlu kuatir, di akhir film ini akan disuguhkan beberapa foto untuk mengenang nama-nama besar yang pernah membesarkan Srimulat.

April 05, 2013

Teater Sudo Ora Sudo


Selain film, menonton pertunjukkan teater juga merupakan kepuasan tersendiri bagi saya. Saya sangat suka suasana teater. Ada semacam kerinduan untuk sekali lagi tampil di panggung. Menyenangkan melihat karakter-karakter yang sedang berakting, meluapkan emosi, dan berpadu dengan iringan gamelan.

Teater Sudo Ora Sudo adalah sebuah pertunjukkan yang begitu menarik. 11 anak tuna rungu yang berbakat turut serta dalam mengambil peran. Adalah DVO (Deaf Volunteering Organization) dan GERKATIN (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) yang berada di balik layar pertunjukkan ini. Teater ini bercerita tentang seorang anak tuna rungu bernama Laras. Putra semata wayang dari pasangan ki Joko dan bu Joko. Ki Joko yang seorang lurah tidak bisa menerima keadaan seperti ini. Sampai-sampai ki Joko berpikir bahwa keadaan Laras yang tuna rungu tersebut dikarenakan guna-guna dari pesaing calon lurah tahun depan. Dipanggilnya dukun sakti untuk menyembuhkan Laras, namun tidak berhasil karena digagalkan oleh bu Joko. Ki Joko yang sangat geram ingin menampar wajah bu Joko namun dengan cepat Laras menggagalkannya dengan mendorong tubuh ki Joko sehingga terjatuh. Semakin marah, ki Joko sampai ingin mengangkat kursi dan melemparkannya ke arah Laras. Laras yang begitu ketakutan berlari meninggalkan rumah dan menuju rawa. Entah apa yang terjadi pada Laras.