September 01, 2013

[Review] Elysium (2013)


Selain sebagai sarana hiburan, sebuah film juga berfungsi sebagai media penyampai pesan. Pesan yang tertuang dalam film biasanya bermacam-macam, seringkalinya lahir dari pemikiran sutradara, baik yang ia alami sendiri ataupun pandangannya terhadap suatu subjek. Persoalan politis adalah salah satu subjek yang sering dikritisi oleh pembuat film dalam filmnya. Neil Blomkamp adalah salah satu sutradara yang memilih melontarkan statement politisnya dengan kemasan yang menghibur sehingga tidak terlalu sulit diterima oleh penonton. Empat tahun silam, Blomkamp memulai debut penyutradaraannya melalui District 9, sebuah film yang mengkritisi politik apartheid di Afrika Selatan dalam balutan science fiction. Melalui film dengan bujet yang tidak terlalu tinggi tersebut, sang sineas mampu menyampaikan kritiknya dengan efekif sekaligus memberi sebuah hiburan yang bermutu bagi penonton. Kini, Neil Blomkamp hadir kembali dengan karya terbarunya, Elysium yang juga berisi tentang persoalan politis.

Mengambil setting masa depan, pada tahun 2154. Dikisahkan peradaban manusia terbagi dalam dua kelas yakni orang-orang kaya tinggal di sebuah stasiun luar angkasa mewah bernama Elysium dan orang-orang miskin tinggal di Bumi dengan keadaan yang memprihatinkan. Adalah Max (Matt Damon), seorang mantan pencuri mobil yang beralih profesi menjadi buruh pabrik mengalami kecelakaan kerja yang menyebabkan dirinya terkena radiasi tinggi. Karena minimnya akses pengobatan di Bumi, Max diperkirakan akan meninggal dalam beberapa hari ke depan. Untuk itu, ia memutuskan untuk pergi ke Elysium, dimana ada sebuah alat di setiap rumah yang dapat menyembuhkan penyakit apapun secara instan. Dengan bantuan Spider (Wagner Moura) yang memasang persenjataan di tubuhnya, Max siap melawan petinggi Elysium, Delacourt (Jodie Foster) demi menyelamatkan nyawanya yang kritis.


Persoalan politis yang dibicarakan disini adalah kesenjangan sosial antara si miskin dan si kaya. Sebuah premis menarik mengingat hal tersebut seringkali kita jumpai dalam kehidupan nyata. Apalagi diperlihatkan bahwa orang-orang miskin yang tinggal di Bumi hanya bisa melihat indahnya Elysium dari kejauhan. Ketika menontonnya, saya langsung yakin bahwa Elysium bukanlah film yang bisa dinikmati semua orang. Terlihat bagaimana dialog-dialog yang dilontarkan oleh masing-masih tokoh perlu sedikit waktu bagi saya untuk benar-benar meresap. Secara keseluruhan, pesan-pesan yang ingin disampaikan berhasil dengan baik dan sesuai dengan jalurnya. Itulah yang menjadi trademark seorang Blomkamp. Terlebih lagi bahwa sang sineas memilih tidak membuat adegan-adegan bombastis seperti peperangan antara robot luar angkasa layaknya film-film sci-fi lainnya, tetapi lebih menampilkan keadaan utopis di masa depan yang masih bisa diterima oleh penonton. Penjelasan tersebut mungkin bisa menjadi jawaban dari pertanyaan: "Kok peran robotnya cuman sebentar aja sih?" yang mungkin terlontar ketika selesai menontonnya.

Mungkin hal menarik lainnya dari Elysium adalah ide cerita yang begitu orisinil. Mengingat film-film yang tren sekarang merupakan hasil dari adaptasi ataupun sebuah remake/reboot, yang pasti karya Blomkamp kali ini patut diapresiasi. Terlepas dari adegan tembak-tembakan, Blomkamp juga menyisipkan drama yang cukup mengena dan sepertinya tak ada bumbu komedi yang saya temukan dalam film ini. Kemudian berbicara mengenai jajaran pemainnya, ada Matt Damon dan Jodie Foster sebagai aktor dan artis papan atas Hollywood yang tentu saja performa mereka dalam berakting sudah tak diragukan lagi kualitasnya. Sedangkan untuk aktor dan artis pendukung lainnya tidak terlalu dominan dalam film ini, hal itu berakibat membuat peran masing-masing tokoh cenderung mudah dilupakan karena tidak mengalami pendalaman karakterisasi. Sekedar catatan saja, ada adegan berdarah-darah dan organ tubuh yang hilang disini, jadi Elysium adalah film yang bukanlah menjadi konsumsi yang pas bagi anak kecil. Satu lagi, rasanya tidak adil jika membandingkan Elysium dengan District 9 karena sudah barang tentu keduanya merupakan hal yang berbeda.



No comments:

Post a Comment