April 26, 2013

[Review] Iron Man 3 (2013)


"You can take away my suits, you can take away my home, but there's one thing you can never take away from me: I'am Iron Man." - Tony Stark

Salah satu film yang bagi kebanyakan orang merupakan film-wajib-tonton-musim-panas. Ya, Iron Man adalah karakter fiksi ciptaan salah satu industri komik besar yaitu Marvel yang kemunculannya sejak 2008 lalu di layar lebar mampu mempesona semua kalangan. Tongkat estafet penyutradaraan Iron Man 3 diambil alih oleh Shane Black, sutradara Kiss Kiss Bang Bang menggantikan sutradara Jhon Favreu yang tampaknya memilih untuk mengambil bagian di kursi eksekutif produser dan melanjutkan perannya sebagai Happy Hogan. Tidak hanya itu, Shane Black selain sebagai sutradara juga ikut dalam penulisan naskah bersama Drew Pearce. Tugas berat memang bagi seorang Shane Black untuk melanjutkan warisan Jhon Favreu di film Iron Man pendahulunya yang tentu saja mampu membuat seorang Tony Stark sebagai Iron Man berjaya hingga sekarang dan tak sedikit juga bagi mereka yang bakal membanding-bandingkan   kedua khas gaya penyutradaraannya, tetapi jika kita bisa berpikiran terbuka lupakanlah hal-hal tersebut dan mari kita duduk diam sembari menikmati Iron Man 3, yang kabarnya merupakan penutup dari trilogi Iron Man.

Pasca kejadian serangan The Chautari di New York pada film The Avengers, Tony Stark sering mendapatkan kegelisahan dalam kehidupannya sekarang ini, kadang mendapatkan mimpi buruk, kadang mendapatkan serangan panik dalam mengerjakan sesuatu. Tak cukup dengan itu, kali ini Tony Stark juga harus berhadapan dengan sekelompok teroris yang mempunyai Extremis di tubuhnya. Dalam komik, Extremis dikisahkan sebagai sesuatu yang mengambil alih DNA, sekaligus juga bisa meningkatkan kemampuannya, bahkan mampu membuat penggunanya meledakkan diri dengan skala ledakan yang amat besar. Sebuah proyek yang berpotensi menciptakan sekelompok tentara berkekuatan super. Di bawah pimpinan Mandarin (Ben Kingsley) sekelompok teroris tersebut dengan mudah mampu meluluhlantakan kediaman Tony Stark. Berhasil lolos dan berbekal peralatan seadanya, Tony Stark berencana meminta pertanggungjawaban kepada Mandarin atas kerusuhan yang dibuatnya selama ini. Tentu saja, kali ini Tony Stark harus berjuang sendiri tanpa bantuan Captain America, Hulk, Thor, Hawkeye, dan semua anggota S.H.I.E.L.D.


Sekilas Iron Man 3 mengingatkan saya akan trilogi The Dark Knight besutan Christopher Nolan. Terlihat bagaimana dibalik seorang superhero yang tangguh pun ternyata hanyalah manusia biasa dengan segala kekurangannya. Sebagian besar film ini mengeksplorasi jauh lebih dalam tentang kepribadian Tony Stark. Memang tak ada yang mampu menggantikan peran Robert Downey Jr. sebagai Tony Stark yang selama ini kita kenal sebagai playboy sombong kaya raya. Tak disangka juga ternyata seorang Tony Stark, kali ini bisa dijatuhkan sejatuh-jatuhnya. Shane Black bisa dibilang cukup berhasil membawa film ini ke arah berbeda. Hal yang paling menonjol lainnya sering sekali terlihat Tony Stark beraksi tanpa memakai baju besinya. Bahkan sewaktu memakai baju besinya pun, Tony Stark juga bisa mendapatkan cidera di tangan dan kakinya. Memang Tony Stark adalah pusat perhatian di film ini namun jangan pernah menyepelekan kemampuan Shane Black dalam membagi-bagi porsinya untuk karakter lain. Terlihat sering muncul di paruh awal, Happy Hogan (Jhon Favreu) sangat mampu menghibur penonton dengan segala kekonyolannya. Pembuka yang tepat untuk meningkatkan mood penonton. Kemudian dihadirkan lagi sosok James Rhodes (Don Cheadle) yang kali ini tampil bukan sebagai War Machine namun berganti nama menjadi Iron Patriot yang bertugas sebagai pengawal presiden. Lalu ada Aldrich Killain (Guy Pearce) dan Dr. Maya Hansen (Rebecca Hall) sebagai sosok antagonis dalam masa lalu Tony Stark. Keduanya memegang peranan penting dalam film ini. Dan tentu saja jangan lupakan Pepper Potts (Gwyneth Paltrow) yang tampil memukau sekaligus begitu mengejutkan karena selama ini dia tampil hanya sebagai pemanis di film Iron Man sebelumnya.

Bagi saya, tidak ada adegan yang membuat saya melirik arloji untuk melihat seberapa lama lagi film ini akan selesai. Saya menikmati setiap adegan, dialog, dan aksi-aksi yang dihadirkan dalam film ini. Adegan perkelahiannya meski dibilang standar namun tidak terlihat membosankan. Bagaimana akhirnya Tony Stark memanggil semua suit armornya untuk membantu mengalahkan sekelompok teroris terlihat begitu megah. Keren keren dan keren. Untuk adegan ledakan, tembakan, hingar bingar teknologi Tony Stark tak perlu diragukan lagi. Semuanya sangat pas. Pun porsi dialog-dialog komedi yang disuguhkan sangat menghibur, bahkan saya mendengar tertawa penonton yang begitu keras. Dibalut dengan efek 3D yang sangat bisa memanjakan mata -- meskipun tidak terlalu berbeda dengan fim-film 3D lainnya. Lalu setelah itu muncullah kejutan kejutan yang menjungkirbalikkan ekspetasi banyak orang. Sebuah pelengkap yang pas dalam keseluruhan film hasil kerja keras Shane Black. Mungkin bukan penutup yang epik, namun perlu kita berikan aplause untuk film terakhir dalam trilogi Iron Man ini.

catatan :
1. Sssttt.....Hal yang menyenangkan dalam setiap menonton film Marvel adalah permainan "mencari-cameo-Stan-Lee" dan tentu saja di Iron Man 3 pun juga ada. 
2. Setelah credit scene, jangan langsung terburu-buru meninggalkan kursi. Ada adegan tambahannya.



No comments:

Post a Comment