March 03, 2014

[Review] Dallas Buyers Club (2013)



Dallas Buyers Club masuk dalam empat nominasi dalam ajang penghargaan Oscar tahun ini. Dalam kategori; Best Makeup and Hairstyling, Best Supporting Actor, Best Actor, dan yang paling utama, Best Picture. Meskipun tak terlihat diunggulkan dibandingkan nominasi lainnya, jangan salah Dallas Buyers Club bisa jadi merupakan sebuah film yang begitu manis dengan menyinggung penyakit yang tak diharapkan semua orang memilikinya, AIDS. Di bawah nahkoda sineas asal Canada Jean-Marc Vallee, yang namanya jarang terdengar di insan perfilman Hollywood dan memajang aktor utamanya dalam materi posternya yang terlihat sederhana, Matthew McConaughey yang juga bermain dalam film yang merupakan lawan berat di kategori Best Picture, yakni The Wolf of Wall Street. Akankah bakal ada kejutan dalam film ini yang mampu membuat para juri Oscar mempertimbangkan penilaiannya guna menyabet piala bergengsi tersebut? Mari kita simak.

Dallas Buyers Club membawa kita kepada Texas era 1980an dan memperkenalkan kita kepada Ron Woodroof (Matthew McConaughey), seorang cowboy berjiwa bebas. Ron hanya melakukan apapun yang dia suka, seperti menipu para petaruh rodeo, bercinta dengan berbagai wanita, hingga menggunakan narkoba setiap waktu. Sialnya, suatu hari Ron divonis mengidap penyakit AIDS dan diperkirakan usianya tinggal 30 hari oleh Dr. Sevard (Denis O'Hare) dan Dr. Eve Saks (Jennifer Gardner). Karena sifat keras kepalanya, Ron menolak menerima perawatan dari dokter dan memilih jalan lain yaitu berupaya menggunakan AZT, sebuah obat yang masih dalam tahap percobaan dan belum mendapatkan lisensi dari FDA (Food and Drug Administration). Ron bahkan harus melakukan penyelundupan terhadap obat-obatan tersebut. Pada usahanya itulah Ron bertemu dengan seorang transgender bernama Rayon (Jared Leto) yang juga mengidap penyakit AIDS dan bersama-sama membentuk organisasi untuk orang-orang yang mengidap penyakit yang sama.


Dalam sebuah film drama apalagi biopik, haruslah sebuah narasi yang kuat dapat bersimbiosis mutualisme dengan karakter utama yang juga kuat sehingga mampu memegang erat perhatian penonton hingga tak terjebak dalam kebosanan yang panjang. Ya memang, Dallas Buyers Club berhasil melakukan hal tersebut. Pada umumnya jika seseorang diputuskan hidupnya tinggal beberapa hari lagi, maka orang tersebut akan melakukan hal-hal yang masih di batas kewajaran, akan tetapi tidak untuk cerita dalam film ini. Bagaimana sikap Ron yang begitu susah diatur, untuk bisa bersahabat dengan penyakit yang cepat atau lambat bakal merenggut nyawanya itulah yang membuat penonton semakin penasaran hingga akhir. Apalagi, disamping fokus cerita utama bertahan hidup seorang Ron, terselip isu-isu sosial yang sangat mengena sekali pada era tersebut dan pembuat film berhasil mengemasnya dengan bagus. Ketika sudah dibawa larut ke dalam sebuah problematika hidup yang besar kemudian dengan perlahan diantarkan menuju sebuah kritik sosial yang jauh lebih besar. Dan uniknya, dalam durasi hampir dua jam, Dallas Buyers Club tak menghabiskannya dengan penderitaan dan air mata malah justru dicampur dengan nafas brutal penuh ambisi bersama sisi lucu.

Bagian terbaiknya tidak hanya itu, jika tadi saya sudah berbicara mengenai narasinya yang kuat, maka kali ini giliran karakter utamanya. Dengen kerelaan seorang Matthew McConaughey yang menurunkan berat badannya hingga nampak kurus sepertinya membuahkan hasil yang maksimal. McConaughey sepertinya dalam performa terbaiknya saat ini, bagaimana dia tampil begitu memukau. Dengan kedalaman karakter yang kuat, McConaughey berhasil melebur sempurna dengan segala kompleksitas sosok seorang Ron Woodroof. Pun dengan Jared Leto, performa fantastisnya sebagai transgender Rayon juga mampu mencuri perhatian kritikus dunia hingga para juri di penghargaan Oscar tahun 2014. Keduanya berhasil memboyong piala botak emas dengan masing-masing kategori  Best Actor dan Best Supporting Actor. Pada akhirnya, Dallas Buyers Club adalah film yang benar-benar memuaskan, mampu mempertahankan ritme hingga akhir, menyampaikan pesan tanpa terlihat memaksa, mempunyai dua jagoan kuat di divisi akting, hingga sukses menggambarkan sebuah drama yang mencoba melempar isu kemanusiaan dengan cara yang menyenangkan.



1 comment: