February 18, 2014

[Review] RoboCop (2014)


"Dead or alive, you're coming with me!" - Detective Alex Murphy

Nampak gagah bersenjatakan pistol dengan balutan besi berwarna hitam, RoboCop kembali bangun dari tidur panjangnya untuk memberantas kejahatan di Detroit. Sebelum menonton RoboCop versi 2014 ini saya bersikukuh untuk menyelesaikan triloginya terlebih dahulu dan yah hasilnya saya terpikat oleh RoboCop klasik versi 1987 dari film pertamanya. Lalu dua film sekuelnya? Sungguh buruk dan saya nyaris tak percaya kalo RoboCop 2 dan RoboCop 3 bukanlah film yang khusus ditujukan untuk penderita insomnia. Sang sineas Jose Padilha seakan ingin memperbaiki citra buruk Polisi Robot ini dengan menghadirkan RoboCop versi baru-nya. Entah bagaimana kamu menyebutnya sebagai remake atau reboot, yang pasti beberapa elemen tambahan dihadirkan disini dan juga yang paling nampak jelas adalah tampilan armor-nya. Akan tetapi, lagi-lagi akan menimbulkan banyak pertanyaan yang terbilang sederhana untuk remake/reboot RoboCop ini, "Apakah sudah perlu?"

Menilik pada tahun 2028, pasukan militer di Amerika Serikat semakin kokoh. Terbukti dengan robot-robot produksi OmniCorp yang dipimpin oleh Raymond Sellars (Michael Keaton) telah disebar ke seluruh penjuru dunia untuk menangani kejahatan. Terlihat dari beberapa titik peperangan, prajurit robot menanganinya dengan baik dan efisien. Ironisnya, justru pasukan robot ini dilarang di Amerika Serikat karena dianggap berbahaya mengingat robot tidak memiliki perasaan. Hal ini membuat Raymond Sellars memutar otak agar tak merugi. Kepada Dr. Dennet Norton (Gary Oldman) lah, Raymond merealisasikan ide gila-nya dengan mengombinasikan manusia dengan mesin agar tercipta robot yang rrrrr memiliki perasaan. Manusia yang sebenarnya tak bisa dibilang beruntung itu adalah Alex Murphy (Joel Kinnaman), seorang detektif dari Detroit yang mengalami kecelakaan ledakan mobil sehingga menyebabkan sebagian besar bagian tubuhnya hancur.


Sebelum menulis lebih lanjut, saya begitu yakin bahwa penonton RoboCop versi baru ini terbagi menjadi dua bagian besar, mereka yang dengan mudah menikmati Robo versi hitam nan luwes ini dan mereka yang lebih memilih versi klasiknya ketika Robo masih bergerak begitu kaku. Jujur saja, saya termasuk yang kedua. Saya memang mengakui dengan segala kecanggihan visual jaman sekarang yang sudah sangat berkembang pesat, dapat membuat tampilan masa depan dalam universe ini terlihat mengesankan dan nyata sehingga mampu mengelabui mata penonton kebanyakan. Tapi, justru pembuat film melupakan hal yang begitu fatal, inti cerita. Maaf jika harus membandingkan dengan RoboCop versi lalu, saya tak merasakan sedikitpun ketegangan pada RoboCop versi ini. Dinamika cerita terasa mengalami pengulangan monoton, tidak kokoh, dan bergerak lambat, bahkan lebih berfokus pada cerita personal balas dendam katimbang upaya memberantas kejahatan yang notabene bisa mengangkat isu-isu yang jauh lebih penting dan menarik. Sepertinya, pembuat film ingin membuat kemasan baru ini lebih terasa ringan karena mengantongi rating yang lebih aman, PG-13, yang sayangnya malah menghilangkan hal-hal istimewa yang disandang pendahulunya.

Memang benar RoboCop versi ini jauh dari kata membosankan, karena pada paruh pertama terasa menyenangkan. Dimana pendekatan emosi dengan penonton terjalin bagus dengan mengedepankan unsur keluarga sang jagoan Alex Murphy katimbang kritik sosial dan politik. Ditambah hadirnya sosok Patrick Novak (Samuel L. Jackson) yang tampil sebentar namun mampu menjadi racun tawa lewat monolog miliknya. Pun dengan divisi akting Gary Oldman sebagai Dr. Dennet Norton yang tampil impresif dan lebih menjadi sorotan pergolakan batin katimbang konflik personal dari karakter utama. Joel Kinnaman bermain kaku sekaku pergerakan RoboCop versi klasik, tak ada yang membuatnya lebih menonjol , dan mungkin jika tanpa hadirnya Abbie Cornish sebagai Clara Murphy dan John Paul Ruttan sebagai David Murphy, Joel Kinnaman akan benar-benar bermain menjadi Robot dalam artian harafiah. Dan yah, satu lagi yang terasa disayangkan, tak ada karakter antagonis yang bermain cukup kuat untuk membuat kewalahan atau minimal menyeimbangi sosok jagoan yang berlapis baja ini. Yap, kekecewaan mungkin hadir dalam skala besar bagi kamu yang masih menaruh kerinduan untuk mendapatkan kembali sosok RoboCop yang istimewa.



2 comments:

  1. wah di kotaku baru ada tuh film robocop di bioskop baru tayang :D

    jadi nggak sabar buat nonton :3

    http://fandhyachmadromadhon.blogspot.com/2014/01/ketika-gempa-terjadi.html

    ReplyDelete