December 27, 2013

[Review] Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (2013)


"Sejauh-jauhnya kita tersesat, pada kebenaranlah akhirnya kita akan kembali." - Bang Muluk

Pasca kesuksesan film-film Indonesia hasil dari adaptasi karya tulis, kali ini sang sutradara sekaligus produser Sunil Soraya mencoba peruntungan dengan mengadaptasi dari sebuah hikayat dari penulis ternama Indonesia tahun 1930an, Buya Hamka. Penulis hikayat yang mempunyai nama lengkap Haji Abdul Malik Karim Amrullah itu telah melahirkan banyak karya-karya besar, salah satunya pernah diangkat ke dalam layar lebar yaitu Di Bawah Lindungan Ka'bah yang disutradari oleh Hanny R. Saputra. Sebelumnya beredar luas di social media, bahwa Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dituding banyak pihak karena terinspirasi dari film Hollywood, The Great Gatsby dan Titanic. Dan setelah saya menyaksikannya sendiri, dengan unsur yang kental akan budaya Minangkabau-nya, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck mempunyai kekuatan sendiri serta memiliki batas perbedaan yang jelas. Toh kabarnya, kapal uap Belanda tersebut dikabarkan benar-benar tenggelam di perairan Nusantara pada tahun 1936 yang tentu menjadi simbol dari banyak pemikiran.

Adalah Zainuddin (Herjunot Ali), seorang pemuda keturunan Minang asal Makasar yang datang ke Batipuh, Tanah Datar, Sumatera Barat dengan tujuan memperdalam pengetahuan agamanya. Kedatangan Zainuddin tidak mendapat sambutan yang baik oleh masyarakat desa dikarenakan menurut sejarah keturunan Zainuddin, dianggap tidak lagi memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarganya yang tinggal di Minangkabau. Hal ini membuat Zainuddin menjadi terasing hingga dia jatuh hati dengan gadis cantik asal desa bernama Hayati (Pevita Pearce). Mencium kedekatan antara Hayati dan Zainuddin, masyarakat desa kemudian meminta Zainuddin pergi dari desa. Sebelum berpisah, Hayati dan Zainuddin sempat bersumpah setia untuk tak saling meninggalkan. Namun apa daya, datanglah Aziz (Reza Rahardian), seorang pemuda dari Padang Panjang yang mempunyai latar belakang keluarga kaya dan mapan yang dijodohkan dengan Hayati. Tentu hal ini menyebabkan permasalahan yang begitu pelik yang harus dihadapi Hayati dan Zainuddin. Sure, it's a classic story.


Jika saya mengungkapkan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dengan satu kata, maka yang saya pilih adalah: Indah. Seperti halnya Zainuddin yang jatuh hati dengan Hayati, saya pun juga jatuh hati dengan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Terlepas dari kekurangan yang tidak sedikit di beberapa bagian film, saya terhipnotis dengan peran apik dari jajaran pemainnya. Melihat penampilan Herjunot Ali yang luar biasa, mudah sekali memberikan sentuhan emosi yang cukup mendalam. Lafalan logat Makassarnya terasa fasih sekali, pun dengan segala dialog-dialog puitisnya yang begitu indah untuk didengar. Walaupun di awal masih mencoba untuk membangun karakternya, tapi pada paruh-paruh akhir Herjunot Ali keluar dengan ekspersi yang lebih total. Mungkin, ini adalah penampilan terbaiknya saat ini. Chemistry yang solid berhasil dibangun bersama Pevita Pearce. Sosok gadis polos era tahun 1930an yang mempunyai problematika layaknya 'Siti Nurbaya' terpampang hidup di dalam dirinya. Reza Rahardian pun tampil seperti biasa, memukau dan tanpa cela. Bahkan debut akting Randy Nidji sebagai seorang sidekick juga berhasil menjadi pelengkap bagi sosok Zainuddin. Tiap-tiap dari mereka sukses memberikan ikatan emosional satu sama lain. Bagus sekali.

Tentu kekurangannya pun juga ada, seperti halnya yang Indonesia belom mampu membuatnya terlihat meyakinkan adalah segi visualnya. Judul yang dipakai seharusnya menjadi titik vital dari keseluruhan film, tetapi malah menjadi sesuatu yang terlihat biasa. Hal yang sedikit menganggu lainnya adalah original soundtrack dari Nidji, seharusnya pembuat film lebih bijak dalam penempatannya yang sesuai dengan adegannya. Beberapa lainnya seperti adegan yang terlalu haru biru juga masih bisa dimaafkan. Sekali lagi, terlepas dari itu semua, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck memberikan tata artistik yang begitu meyakinkan, terasa sekali atmosfer suasana era tahun 1930an mengingat banyak sekali penonton yang belom lahir pada tahun itu. Sepanjang 160 menit presentasi film, pembuat film berhasil mengkombinasikan antara ritme penceritaan dengan banyaknya plot cerita sehingga fokus dari tiap-tiap kisah yang dihadirkan masih ada. Pada intinya jauh dari kata membosankan. Seperti yang saya katakan sebelumnya, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah sajian yang begitu indah. Sayang sekali untuk dilewatkan.



10 comments:

  1. yah ini kisah klasik karena satu angkatan dengan siti nurbaya :D

    ReplyDelete
  2. iya, yg seharusnya adegan tenggelamnya kapal jadi titik puncak film malah dibuat biasa aja...

    ReplyDelete
  3. reviewnya keren, filmnya juga box office,, mantab

    ReplyDelete
  4. ditambah lagi ada dialek ''minang''nya dari pevita ,membuat filmnya semakin menarik (menurut saya kaena saya orang minang hhhehhe)

    ReplyDelete
  5. reviewnya bagus mas :D

    ReplyDelete