February 25, 2013

[Review] Rectoverso (2013)



Director : Marcella Zalianty, Happy Salma, Olga Lydia, Cathy Saron, Rachel Maryam
Starring : Lukman Sardi, Prisia Nasution, Dewi Irawan, Asmirandah, Dwi Sasono, Acha Septriasa, Indra Birowo, Fauzi Baadila, Rangga Joenod, Hamish Daud, Tio Pakusadewo, Sophia Latjuba, Yama Carlos, etc.

"Abang mencintai kamu bukan hanya dengan hati, tapi dengan jiwa." - Bunda

Saya baru sempat untuk menulis sekarang yang padahal saya sudah menontonnya seminggu yang lalu. Yah, daripada tidak sama sekali bukan? Sebelumnya saya mereview kumpulan cerpen-nya sekarang saatnya saya mereview adaptasi dari karya Dee Lestari. Film ini berkonsep omnibus yaitu sebuah film yang berisi beberapa judul yang berbeda, judul yang satu dengan yang lainnya tentu saja tidak mempunyai benang merah hanya saja sama dalam hal tema. Dalam film ini, sesuai dengan judulnya Rectoverso: Cinta yang Tak Terucap mempunyai tema tentang cinta yang tidak mampu untuk diucapkan. Film ini hanya mengambil lima judul saja dari kumpulan cerpen Rectoverso yaitu Malaikat Juga Tahu, Firasat, Curhat Buat Sahabat, Cicak di Dinding, dan Hanya Isyarat.

Mengangkat cerita film yang diadaptasi dari buku entah itu kumpulan cerpen atau novel tentu bukanlah hal yang sangat mudah. Tentu saja, ada beberapa hal yang dihilangkan atau ditambahi demi kebutuhan film. Review kali ini berdasarkan sudut pandang saya yang sudah membaca bukunya. Jadi agar bisa terlihat jelas bagaimana perbedaan antara film dengan bukunya. Sebelum mereview, alangkah baiknya saya memberi tahu sinopsis dari masing-masing cerita Rectoverso.

Film ini dimulai dengan segmen Malaikat Juga Tahu (disutradarai oleh Marcella Zalianty) yang bercerita tentang Abang (Lukman Sardi) seorang penyandang autisme yang jatuh cinta kepada perempuan penghuni kos di rumah Bunda (Ibu Abang) yaitu Leia (Prisia Nasution). Setiap malam Abang dan Leia duduk bersama di halaman sembari melihat bintang. Namun semuanya menjadi rumit ketika Hans (Marcel Domits) yaitu adik abang, ternyata juga mencintai Leia.

Beralih ke segmen berikutnya, yaitu Firasat (disutradarai oleh Rachel Maryam). Seorang Senja (Asmirandah) bergabung dalam klub Firasat. Sebuah klub yang setiap minggu anggotanya berkumpul untuk bertukar cerita mengenai firasat mereka. Senja bergabung dengan klub tersebut karena kerap mendapat firasat setiap kali ditinggal orang terdekatnya. Ketika Senja menaruh hati dengan Panca (Dwi Sasono), ketua Klub tersebut. Senja mendapat firasat tentang dia yang sekali lagi akan mengalami kehilangan.

Segmen berikutnya, Cicak di Dinding (disutradarai oleh Cathy Saron) membawa kita untuk melihat seorang Taja (Yama Carlos) yang bertemu dengan Saras (Sophia Latjuba) di sebuah bar pada suatu malam. Setelah berkenalan, hubungan mereka berlanjut ke arah seksual. Tapi mereka berkeyakinan bahwa mereka hanya sekedar berteman. Lalu tiba-tiba Saras menghilang tanpa pernah memberi kabar kepada Taja hingga suatu hari enam tahun kemudian di sebuah pameran lukisan, mereka dipertemukan kembali dalam sebuah kisah yang mengejutkan.

Curhat buat Sahabat (disutradarai oleh Olga Lydia) menjadi segmen ke-empat dalam film ini. Reggie (Indra Birowo) begitu setia mendengarkan curhatan Amanda (Acha Septriasa) tentang semua mantan-mantan kekasihnya. Bahkan mereka mengenang disaat Amanda sakit dan dia sangat sedih karena tidak ada seorang pun yang peduli kepadanya. Namun, Amanda tak pernah menyadari bahwa seseorang yang dia butuhkan selama ini sudah berada di depan matanya, yaitu sahabatnya sendiri, Reggie.

Segmen terakhir adalah Hanya Isyarat (Happy Salma). Bercerita tentang lima orang backpacker yang mengadakan pertemuan. Diam-diam Al (Amanda Soekasah) jatuh cinta pada salah satu backpacker tadi, Raga (Hamish Daud). Al selalu mengagumi Raga dari ekjauhan, lewat siluet punggungnya saja. Lewat permainan ldi sebuah kafe tentang adu cerita yang paling sedih, Al keluar sebagai pemenang tanpa pernah mengungkapkan perasannya kepada Raga.

Saya sangat penasaran akan film ini dikarenakan melihat jajaran sutradar yang begitu muda, perempuan semua, dan pendatang baru. Namun film ini tidak sepenuhnya mengecewakan. Saya sangat suka dengan segmen Malaikat Juga Tahu. Benar, sebuah kisah yang unik. Tak terpikirkan oleh saya bagaimana seorang autisme jatuh cinta. Ditambah dengan akting Lukman Sardi yang membuat terenyuh penonton. Puncak konflik hingga ending yang sangat pas dengan alunan musik Malaikat Juga Tahu yang dibawakan oleh Glenn Fredly semakin membuat hati merasa jleb. Persis dengan apa yang saya bayangkan ketika membaca bukunya. Lalu ada Firasat, merupakan segmen yang paling lemah diantara semuanya. Rachel Maryam sempat mengakui bahwa dia akan sedikit keluar cerita dengan yang ada di bukunya, namun justru menjadi boomerang. Cerita yang begitu datar dan saya sempat tidak sabar untuk menunggu konflik yang terjadi. Bahkan akting Asmirandah dan Dwi Sasono pun tak begitu mengangkat untuk cerita ini menurut saya. Kesan yang tragis dalam bukunya terasa menghilang ketika disajikan dalam film ini malah yang ada hanyalah ending yang dipaksakan.

Lalu berlanjut ke Cicak di Dinding, segmen yang paling berani dalam film ini karena menyinggung hal-hal tentang nafsu dan seks. Meskipun Sophia Latjuba terlihat sudah dimakan usia namun hal itu tidak menjadi masalah kala dipasangkan dengan Yama Carlos. Dimulai dengan adegan panas dan diakhiri dengan ending yang manis. Kemudian ada Curhat Buat Sahabat, yang mewakili mungkin kebanyakan remaja di dunia. Seseorang yang menaruh hati kepada sahabatnya tanpa pernah disadari oleh sahabatnya tersebut. Dialog yang dikolaborasikan akting oleh Acha Septriasa terlihat begitu cantik dengan lawan mainnya Indra Birowo yang berakting sebagai seorang pendengar setia. Awalnya saya kurang greget melihat akting Indra Birowo yang hanya diam saja, namun menjelang akhir baru mengena. Terakhir ada Hanya Isyarat, alur cerita dengan durasi paling pendek dan begitu sederhana. Tanpa adegan akting yang menonjol namun sangat mengena ketika seorang Amanda Soekasah mengungkapkan dialog filosofis dalam permainan di kafe. Mood saya tergerak di kala mendengarkan dialog tersebut. Meskipun saya sudah tahu dialognya seperti dibuku, tapi tentu saja ketika difilmkan hal-hal kecil seperti itu saja bisa begitu indah.

Secara keseluruhan film ini memang film ringan yang sangat menghibur. Bagi yang sudah membaca bukunya, siap-siap saja akan dikejutkan oleh pematahan ekspetasi kalian. Bagi beberapa orang film ini memang menimbulkan kesan yang mendalam tapi bagi beberapa lagi mungkin hanya sebatas angin lalu. Tapi semoga ini menjadikan awal yang baik bagi perfilman Indonesia di tahun ini.



No comments:

Post a Comment