February 15, 2013

[Review] Django Unchained (2012)


Director : Quentin Tarantino
Starring : Jamie Foxx, Christoph Waltz, Leonardo DiCaprio

"Django. The D is silent." - Django

Seorang Director mempunyai cara sendiri-sendiri untuk memberikan bumbu penyedap yang khas untuk film-filmnya. Siapa yang tak tahu Quentin Tarantino? Saya mengikuti beberapa filmnya. Sebut saja Reservoir Dogs, Kill Bill Vol 1 dan Vol 2, dan yang terakhir adalah Inglorious Basterds. Django Unchained adalah film yang release pada tahun 2012 kemaren namun sayangnya di Indonesia baru release tanggal 13 Februari, entah apa yang menyebabkan keterlambatan itu saya tak peduli toh akhirnya saya juga bisa nonton. Oiya, satu lagi yang membuat daya tarik film ini adalah kemenangannya meraih penghargaan di ajang Golden Globe Awards ke-70 yang diselenggarakan di Beverly Hilton Hotel dalam kategori Best Supporting Actor (Christoph Waltz) dan Best Screenplay (Quentin Tarantino).

Film ini menceritakan tentang seorang budak Negro yaitu Django yang baru saja dibebaskan oleh seorang pemburu hadiah bernama Dr. King Schultz. Awalnya Dr. King Schultz membebaskan Django untuk membantunya menemukan buronan yang dicarinya selama ini yaitu Brittle Bersaudara. Menyadari bahwa ternyata Django mempunyai kemampuan menembak yang jitu, Dr. King Schultz menawarinya untuk menjadi rekan-nya dalam memburu hadiah hingga suatu hari mereka berdua mempunyai tujuan untuk menyelamatkan istri Django yaitu Broomhilda yang menjadi budak dari pemilik perkebunan bernama Calvin Candie.

Mengambil setting pada tahun 1858 (dua tahun sebelum perang saudara), film ini dibuka oleh opening credit yang terkesan sesuai dengan tahun setting-nya yaitu 80an. Kemudian berlanjut dengan dialog-dialog transaksi antara Dr. King Schultz dan penjual budak. Dialog yang disajikan begitu khas dari Quentin Tarantino. Bertele-tele, kasar, namun mengandung unsur cerdas di dalamnya dan mengundang tawa. Quentin Tarantino sekali lagi mengambil tema yang sensitif dalam filmnya selain Inglorious Basterds,  menyoroti tentang rasisme dan perbudakan yang terjadi di Amerika Serikat. Namun terlepas dari sejarah yang ada, film ini memang dikemas ala Quentin Tarantino. Adegan-adegan penembakan yang brutal, muncatan darah kemana-mana, dan adegan yang mempertontonkan bagian tubuh Broomhilda sepertinya merupakan penghiburan dengan porsi yang pas bagi penonton disamping mengikuti ceritanya yang sedikit berpikir.

Saya juga tidak heran seorang Christoph Waltz mampu menyandang penghargaan dalam kategori Best Supporting Actor di ajang Golden Globe Awards. Perannya sebagai Dr. King Schultz yang tenang namun mematikan bagi lawan bicaranya begitu meyakinkan dan luar biasa. Begitu juga dengan Leonardo DiCaprio yang berperan sebagai Calvin Candie yang sadis dan Samuel L. Jackson yang berperan sebagai Stephen si pengkhianat ras. Aktor-aktor yang berperan mengagumkan sesuai porsinya masing-masing itulah yang membuat penonton tidak merasa bosan menonton film ini yang notabene berdurasi 165 menit. Ditambah dengan musik-musik bernapaskan classic western yang semakin membuat penonton merasa betah dan menikmati suasana era 80an. Bahkan di menit-menit akhir yang saya pikir sudah hampir selesai, dengan cerdasnya Quentin Tarantino masih menyisipi adegan yang membuat penonton tidak jadi berpikir bahwa film ini sudah selesai. Untuk penggemar karya-karya Quentin Tarantino sebaiknya tidak melewatkan film ini.


No comments:

Post a Comment